Review Xiaomi 14 Pro: Desain Mewah & Performa Buas
- Get link
- X
- Other Apps
Saya akan mengupas tuntas pengalaman pribadi saya menggunakan ponsel ini sebagai perangkat utama, tanpa sugar-coating. Jika kamu sedang mempertimbangkan upgrade ke flagship Android di 2025, artikel ini wajib kamu baca sampai tuntas.
Desain & Feel di Tangan: Premium yang Sesungguhnya
Hal pertama yang saya rasakan begitu mengeluarkan Xiaomi 14 Pro dari boks adalah bobotnya — padat, tapi terasa mahal. Varian yang saya uji adalah warna Black Ceramic. Tidak seperti kaca biasa, bahan keramik ini terasa dingin dan solid di tangan, meskipun tentu agak licin. Sisi-sisinya mengusung desain flat seperti iPhone, namun dengan sudut yang tetap nyaman digenggam.
Bezel layarnya sangat tipis, simetris di semua sisi, dan tak ada dagu layar yang mengganggu — detail kecil yang menunjukkan perhatian Xiaomi terhadap desain premium. Bahkan tombol volume dan power-nya terasa presisi ketika ditekan.
Saya sempat membandingkan feel-nya dengan Galaxy S24+ milik istri saya, dan bisa saya bilang: Xiaomi menang tipis soal genggaman dan kemewahan.
Layar: LTPO AMOLED yang Bikin Semua Terlihat Hidup
Panel 6.73 inci LTPO AMOLED yang digunakan Xiaomi 14 Pro adalah salah satu layar terbaik yang pernah saya lihat. Refresh rate 1-120Hz terasa super halus saat scrolling, tapi juga hemat daya karena adaptif. Warna-warna terlihat kaya tapi tidak oversaturated seperti AMOLED Samsung era dulu.
Saya menonton Dune: Part Two di Netflix dan film ini terlihat spektakuler. Detail bayangan tetap tajam, highlight tidak blown out. Layar ini juga sangat terang, bahkan saat saya pakai di bawah sinar matahari pukul 12 siang, tidak ada masalah membaca teks WhatsApp atau balas email.
Untuk content creator, layar ini juga mendukung color gamut DCI-P3 dan bisa di-tune ke sRGB jika dibutuhkan. Ini bukan hanya ponsel konsumsi, tapi juga siap untuk produktivitas visual.
Performa: Snapdragon 8 Gen 3 yang Beneran “Overkill”
Xiaomi 14 Pro menggunakan chipset Snapdragon 8 Gen 3 yang dipadukan dengan RAM 12GB LPDDR5X dan penyimpanan UFS 4.0 512GB di unit saya. Hasilnya? Semua terasa instan.
Saya menjalankan Genshin Impact dengan setting rata kanan dan frame rate tetap stabil di 60fps hampir sepanjang waktu. Bahkan saat ponsel mulai hangat, tidak ada penurunan performa signifikan. Ini adalah peningkatan nyata dibanding generasi sebelumnya yang gampang throttling.
Untuk produktivitas, saya sering split-screen antara Google Docs dan YouTube, dan semuanya berjalan mulus. Bahkan saat mengedit video pendek 4K di CapCut, render-nya selesai cepat.
Benchmark? Geekbench 6 menunjukkan skor multi-core di atas 7100 poin. Tapi yang penting bukan angkanya, melainkan bagaimana semua terasa cepat dalam real-world usage.
Kamera Leica: Bukan Gimmick, Ini Serius
Tahun ini, Xiaomi kembali bekerja sama dengan Leica dan saya bisa bilang ini bukan kerja sama tempelan logo semata. Kamera utama 50MP dengan sensor 1/1.3” menghasilkan foto yang dramatis, kontras tinggi, dan tajam — khas Leica.
Saya memotret di berbagai kondisi: siang, malam, bahkan saat konser indoor dengan lighting berantakan. Semua hasilnya tajam dan warna kulit tetap natural. Mode Portrait punya subject separation yang rapi, dan saya sangat menyukai tone warna Leica Vibrant yang masih memberi kesan realistis tanpa terlalu netral.
Lensa telephoto 3.2x-nya juga konsisten dalam performa. Saya menggunakannya untuk potret anak saya dari jarak 2–3 meter, hasilnya tajam dengan bokeh alami.
Video 4K 60fps stabil, bahkan saat saya rekam sambil berjalan cepat. Xiaomi menyematkan OIS + EIS dan itu terbukti sangat membantu dalam kondisi real-life.
MIUI vs HyperOS: Perubahan yang Terasa?
Ponsel ini menggunakan sistem operasi baru Xiaomi, HyperOS, yang menggantikan MIUI. Sebagai pengguna lama MIUI, saya langsung merasakan perbedaan besar: lebih ringan, lebih responsif, dan notifikasi kini lebih rapi.
HyperOS terasa lebih bersih. Tidak ada lagi notifikasi yang telat masuk atau animasi yang nge-lag saat membuka multitasking. Xiaomi juga menyederhanakan beberapa setting, jadi lebih mudah mengatur kontrol privasi dan mode hemat daya.
Namun, bloatware masih ada, meskipun bisa dihapus. Saya menghapus sekitar 6 aplikasi dalam 10 menit pertama setup. Harapannya, ke depan Xiaomi lebih “ringan tangan” soal pre-installed apps.
Baterai & Charging: Kencang dan Konsisten
Dengan baterai 4880 mAh, saya mendapatkan screen-on time rata-rata 7 jam — dengan penggunaan berat. Ini termasuk main game, Zoom meeting, navigasi Google Maps, dan scrolling media sosial.
Tapi yang paling bikin kagum adalah 120W fast charging. Dari 1% ke 100% hanya butuh sekitar 19 menit (dengan charger bawaan). Saya sempat lupa charge semalam, dan dengan colok 10 menit saja, baterai sudah cukup untuk dipakai ke kantor dan aktivitas ringan.
Wireless charging 50W juga tersedia, meskipun saya pribadi lebih sering pakai kabel karena kecepatannya luar biasa.
katagadget gua: Komunitas Gadget Tanpa Basa-Basi
Jika kamu penggila gadget seperti saya, kamu harus cek katagadget gua. Situs ini jadi tempat favorit saya mencari opini jujur tentang gadget baru dari sesama pengguna Indonesia. Bukan sekadar spesifikasi, tapi benar-benar insight dari pengalaman sehari-hari.
Komunitasnya aktif dan sering membagikan review personal, tips, bahkan diskusi teknis yang sulit ditemukan di forum luar. Artikel ini pun terinspirasi dari banyak diskusi menarik di sana, terutama soal build quality Xiaomi yang dulu diragukan tapi sekarang mulai diakui.
Kalau kamu ingin membeli gadget tapi ingin pendapat real user dulu, katagadget gua wajib jadi bookmark-mu.
Xiaomi 14 Pro adalah salah satu flagship paling solid yang pernah saya pakai, dan dari pengalaman langsung ini saya bisa bilang: Xiaomi tidak lagi sekadar “value for money”. Mereka benar-benar mulai menyaingi kelas atas. Apakah ini ponsel yang sempurna? Tidak. Tapi ini adalah langkah serius menuju kesempurnaan.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment